Selasa, 21 Juli 2009

halusinasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di dalam simtomatologi terdapat istilah persepsi yang merupakan hasil penerimaan panca indra. Bila mana persepsi ini maengalami suatu gangguan maka akan timbul bermacam-macam kelainan, salah satunya adalah halusinasi.
Halusinasi bisa dialami oleh semua orang. Klien dengan gangguan persepsi halusinasi memerlukan penanganan tersendiri.
Kita sebagai seorang perawat harus harus mengetahui seluk beluk halusinasi, cara penenganannya melalui predisposisi-presipitasi, manifestasi klinik, fokus intervensi halusinasi.
B. TUJUAN
1. Mengetahui seluk beluk tentang halusinasi meliputi pengertian dan macam-macam halusinasi, serta cara mengontrol halusinasi
2. Mengetahui predisposisi-pretisipasi halusinasi
3. Mengetahui manifestasi klinik,masalah keperawatan,dan pohon masalah halusinasi
4. Mengetahui fokus intervensi klien halusinasi
5. Dapat menyimpulkan seluk beluk halusinasi secara umum

C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah Asuhan keperawatan klien Halusinasi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang penyusunan makalah, tujuan pembuatan makalah, dan sistematika penulisan makalah Asuhan keperawatan klien halusinasi.
BAB II: PEMBAHASAN
Berisikan pengertian dari halusinasi beserta macam-macamnya. Predisposisi-Presipikasi halusinasi, manifestasi klinik, masalah keperawatan, pohon masalah/ path way, fokus interfensi.
BAB III: PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan, saran bagi penderita halusinasi dan bagi penyusun serta pembaca yang budiman.



BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi (halucinatio)adalah pengindraan yang tidak berdasar atas kenyataan obyektif (kamus kedokteran ,edisi revisi 2002: 146).Menginterpretasi seolah-olah obyek ada “hear the sounds of no source” (ilmu kejiwaan/psikiatri edisi 2005 :4), dengan kata lain :
Obyek (-)...............Telinga : interpretasi (+) seseorang dikatakan berhanulasi apabila orang tersebut mengalami sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra. Kejadian itu terjadi berkali-kali dan diterima dalam keadaan sadar.
Pada orang normal dapat terjadi halusinasi( hipnagogif ) yang terjadi antara bangundan tidur. Selain itu halusinasi bisa terjadi karena obat-obatan, misalnya mescaline.

MACAM-MASAM HALUSINASI
Ada 8 jenis halusinasi yang kita ketahui, yaitu:
a. Halusinasi akustik ( suara )
Halusinasi yang sering terjadi.
Halusinasi akustik dibagi menjadi 2, yaitu;
 Phonema
Suara jelas, dipahami oleh penderita. Sangatjelas artinya biasanya berupa suara manusia yang berisi komentar, hinaan, atau perintah.
Kesan suara tersebut sangat mengandung arti, karena dapat mempengaruhi sikap atau tingkah orang yang mendengar suara tersebut.
Suara tersebut bersifat ekstrim apabila suara tersebut bisa membuat penderita bunuh diri atau melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan dirinya.
Phonema digunakan untuk mendiagnosa schizophrenra (gangguan fungsional /istilah untuk penyakit jiwa yang ditandai dengan terpecahnya kepribadian, tampak sebagai gangguan jalan pikiran, emosii dan perilaku atau “dementia praecox”)
Penderita phonema apabila diobati, sipenderita bisa cuek / merasa tidak perduli pada sekeliling. Tetapi halusinasinya masih ada (phonema dengan tilikan).
 Akoasma
Suara tidak jelas, tidak dipahami (berupa dengungan) suara yang penderita dengar tidak memberikan arti nyata, misalnya: seperti mendengar suara gemuruh.
b. Halusinasi haptik ( seksual )
Penderita seolah-olah bersentuhan dengan orang lain / makhluk lain. Yang khas dari halusinasi haptik adalah bercorak seksual serta berulang-ulang.
Contoh : Seseorang merasa selalu bercumbu dengan ikan lumba-lumba.
c. Halusinasi Optik (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan dan menakutkan
d. Halusinasi Questory (pengecapan)
Merasakan sesuatu yang buruk, amis, menjijikan, seperti darah, urin, feces.
e. Halusinasi Kinaseptik / kinestetik
Merasakan anggota tubuh lepas, bergerak, berubah terjadi bentuk sendiri. Sering terjadi pada schizopenia. Keadaan toxic terjadi pada pemberian mescalin, psilocibin, LSD.
f. Halusinasi Autoskopi
Merasakan dirinya seolah-olah ada dihadapannya. (bercermin)
g. Halusinasi Alfatorik
Sering terjadi pada schitopenia dan lesilobus temporalis. Pada penderita menimbulkan penolakan dan merupakan gambaran dari perasaan merasa bersalah.
h. Halusinasi Taktil (perabaan)
Sering dijumpai pada keadaan toksik, misalnya delirium tremens dan adiksi kokain.

Fase-fase halusinasi
a. Fase comforting
Klien mengalami stres, kecemasan, perasaan bersalah. Klien memfokuskan pada fikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan stres dan kecemasan. Pada fase ini klien masih dapat mengontrol kesadaran.
b. Fase comdemning
Kecemasanmeningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal.berada pada tingkat listening. Pemikiran internal yang lebih menonjol. Gambaran suara berupa bisikan yang tidak jelas.
c. Fase controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai. Klien tidak berdaya pada halusinasi. Halusinasi memberikan kesenjangan dan rasa aman.
d. Fase conquering
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya dari halusinasi. Halusinasi berubah mengancam, memerintah dan memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena sibuk dengan halusinasi.

Cara mengontrol halusinasi
a. Katakan “ saya tidak mau kamu” (pada saat halusinasi terjadi)
b. Menemui oranglain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang muncul.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sering terjadi.
d. Meminta keluarga, teman, atau perawat menyapa kita jika tampak bicara sendiri.
(Tim Pengembangan MPKP, RS Marzuki Mahdi Bogor, 2002)



B. PENGKAJIAN

1. Predisposisi- Presipitasi
Faktor pencetus adalah abnormalitas otak yang menyebabkan respon neuro biologik yang maladatif yaitu: lesi pada area frontal, temporal dan umbik serta stres yang menumpuk (Stuart dan Sunden, 1998:305)
Halusinasi juga dapat disebabkan oleh isolasi sosial menarik diri, dan tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutis. Akibat yang mungkin terjadi pada klien dan halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkunga. (Tim Pengembang MPKP RS Marzuki Mahdi, Bogor 2002)
2. Perilaku (manifestasi klinik)
Halusinasi ditandai oleh bicara kacau atau bicara sendiri, bersikap seperti mendengarkan sesuatu(memiringkan kepala pada suatu sikap seperti jika seseorang mendengar sesuatu)
Berhenti ditengah-tengah kalimat untuk sesuatu disorientasi konsentrasi pikiran rendah, pikiran cepat berubah, kekacauan alur pikir, respon tidak sesuai. (Townsend, 1998)
3. Masalah Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.
DS: Klien mengatakan jengkel atau kesal dan ingin marah.
DO: Klien pernah melakukan kekerasan sebelumnya.
b. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
DS: Klien mengatakan mendengar suara atau melihat sesuatu.
DO: Klien berbicara dan tertawa sendiri, memiringkan kepala ke satu sisi. Berhenti bicara ditengah-tengah kalimat untuk mendengar sesuatu.
c. Isolasi sosial; menarik diri
DS: Klien mengatakan tidak mau berkumpul dengan teman-temanya.
DO: Menyendiri dalam ruangan, tidak melakuakn komunikasi, tidak melakukan kontak mata.
d. Tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik
DS: Mengungkapkan bahwa tidak melakukan untuk mencakupkan aturan pengobatan dalam rutinitas sehari-hari.
DO: Kontrol tidak teratur, sistem pendukung tidak adekuat.
4. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan


Core Problem


Isolasi Sosial: Menarik Diri

Tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik

(Tim Pengembangan MDKP RS. Marzuki, Mahdi Bogor2002)

5. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan. Berhubungan dengan halusinasi.
b. Perubahan sensor persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
c. Perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik.



C. FOKUS INTERVENSI
DX 1: resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Berhubungan dengan lingkungan.
Tum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan .

Tuk 1: Klien tidak membina hubungan saling percaya.
1. Kriteria Evaluasi
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2. Intervensi
Membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prisip komunikasi terapuitik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan kesukaan klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukan sikap empatii dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan.

Tuk 2: klien dapat mengenali halusinasi
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi.
c. Bantu klien mengenali halusinasinya.
1. Jika menemukan klien sedang berhalusinasi tanyakan halusinasi apa ada suara yang didengar.
2. Jika klien menjawab ada, maka lanjutkan apa yang dikatakan.
3. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengar (dengan nada bersahabat, tidak menudauh dan menghakimi)
4. Katakan bahwa klien lain juga seperti klien.
5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
d. Diskusi dengan klien.
1. situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
2. waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore atau jika senang, sedih, jengkel)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, senang, sedih) memberi kesempatan mengungkapkan perasaanya.

Tuk 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1. Kriteria Evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
b. Klien dapat menyebutkan cara baru.
c. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi separti yang telah didiskusikan dengan klien.
2. Intervensi
a. Indikasi bersama klien. Cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri, dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat, beri pujian.
c. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi.
1. Katakan “saya tidak mau mendengar kamu” (pada saat terjadi halusinasi)
2. Menemui orang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasinya tidak sampai muncul didengar.
3. Meminta keluarga atau perawat menyapa jika tampak bicara sendiri.
d. Membantu klien memilih dan melatih cara memutuskan halusinasinya secara bertahap.
e. Berikan kesmpatan untuk melakuakan cara yang dilatih, evaluasi hasilnya, dan beri pujian jika berhasil.
f. Anjurka klien mengikuti terapi aktifitas kelompok orientasi realitas, dan stimulasi persepsi.

Tuk 4: Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap.
1. Kriteria Evaluasi
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara:
K – P
K - P – P Lain
K – P – P Lain - K Lain
K – P Keluarga/ kelompok/ masyarakat.
2. Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
c. Dikusikan bersama kklien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
d. Beri reinforcement positif terhadap pengungkapan perasaan tentang keuntungan.
e. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak berhubungan denga orang lain.
f. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tuk 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Halusinasi adalah suatu keadaan seseorang mengalami perubahan dalam jumlah atau stimulus yang mendekat tanpa sumber rangsang eksternal.
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi yang macam dan penyebabnya berbeda-beda.
B. SARAN
 Bagi pasien dengan halusinasi, usahakan untuk tidak sendiri melainkan bergantung pada orang lain (keluarga, teeman, guru, dll).
 Usahakan selalu ada kegiatan yang teratur untuk mencegah timbulnya halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA
 Ilmu kejiwaan (psikiatri), seri buku catatan kuliah, edisi 2005, Semarang
 Tim pengembangan MPKP, 2002, standar operasional (SOP) Rencana Keperawatan Jiwa RS, Marzuki Mahdi Bogor, Semarang.

Tidak ada komentar: